Suatu Realita Kehidupan
Setiap manusia yang dilahirkan tentunya diikuti denganhak-hak hidup dan kehidupannya. Hak-hak tersebut sebagai karunia yang telahdiberikan Tuhan. Semua apa yang telah Allah anugerahkan, telah tercatat dalam
sebuah kitab dan melalui hadits-hadits. Di negara Indonesia hak-hak sebagai
warga negara dan individu dimuat juga pada Undang-Undang Dasar 1945, dalam
berbagai pasal dan ayat dengan perincian yang jelas dan lengkap. Kita tinggal
mendalami membaca, mengingat, menyikapi dan menerapkan dalam kehidupan kita
sehari-hari. Semua itu tentunya demi kebaikan dan kemakmuran masyarakat
Indonesia. Namun sejauh mana kita bisa menerapkan poin-poin penting dari isi
Kitab Suci, Hadits dan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut?
Pedoman kita dalam kehidupan sehari-hari terutama bagaimana
kita bersikap dan bertingkah laku, telah nyata dan jelas. Sekarang tinggal
bagaimana kita menyikapi semuanya. Sesungguhnya semua itu akan tergantung pada
kepribadian masing-masing. Orang yang berkepribadian luhur tentunya akan
mendahulukan kewajibannya, baru kemudian menuntut haknya. Tentunya berbeda
dengan orang yang rendah budi pekertinya, mereka akan menuntut haknya namun
mereka mengabaikan kewajiban yang harus mereka penuhi.
Kebebasan yang telah menjadi kebablasan, suatu realita
kehidupan pada masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia pada
umumnya. Kebebasan disini tentunya kebebasan yang bertanggung jawab bukan
kebebasan yang akhirnya kebablasan. Apa yang bisa kita lihat dalam kehidupan
kita sehari-hari, tentunya kita bisa menilai apakah perbuatan mereka sebagai
suatu kebebasan atau kebablasan. Suatu kebebasan yang bertanggung jawab, maka
dengan sendirinya akan mendapat tempat di masyarakat. Akan tetapi kebebasan
yang telah menjadi kebablasan, tentunya akan tidak mendapat tempat di
masyarakat, bahkan akan menjadi bumerang bagi masyarakat lainnya.
Sebagai contoh dalam kehidupan kita sehari-hari, saya
mungkin menulis tulisan ini sebagai persepsi saya sendiri terhadap apa yang
telah saya lihat dan saya dengar. Sekarang demonstrasi dijadikan sebagai
tradisi untuk mengeluarkan aspirasinya. Ketika suatu pihak tidak setuju dengan
kebijakan, rencana kerja, cara penanganan dan lainnya, maka mereka pun akan
berdemonstrasi dengan orasi kebanggannya. Demonstrasi yang tertib dan tidak
mengganggu ketertiban umum, mungkin masih bisa diterima masyarakat, itu pun
bagi yang mendukung tata cara mengeluarkan aspirasi dengan berdemonstrasi.
Karena ada sebagian masyarakat yang tidak mendukung demonstrasi tersebut dengan
alasan tidak pernah Rasulullah SAW contohkan dalam hidupnya. Semuanya
tergantung pada keyakinan masing-masing.
Bendera HAM yang mereka bawa, hanya dijadikan sebagai
perisai dirinya juga senjata baginya untuk sebebas-bebasnya mengeluarkan aspirasi
mereka. Mereka mencaci maki, mereka merendahkan, mereka menghina, mereka
menghujat baik secara pribadi maupun golongan. Apa yang seharusnya tidak ia
suarakan, akhirnya terucapkan juga. Dan ketika mereka menikmati orasinya, dia
terlupa dengan ketentuan Sang Pencipta, bahwa segala apa yang kita ucapkan
tentunya akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan setiap perbuatan buruk kita,
tentunya akan mendapatkan balasan yang setimpal. Inilah sebuah contoh dari
orasi yang akan membawa dirinya pada kenistaan di sisi Tuhan.
Contoh kebablasan yang lainnya adalah ketika seorang berhak
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Mereka memanfaatkan dan
menafsirkannya dengan sempit dan sesuai pikirannya saja. Nafsu akan kenikmatan
duniawi telah membawanya pada sikap menghalalkan berbagai macam cara. Apakah
itu dalam hal suap menyuap, mencuri, mengadu domba, meneror, menipu, memaksakan
kehendak, dan lainnya. Semuanya ia lakukan demi sebuah impiannya, meskipun
harus menjadi seorang koruptor. Mereka tidak merasakan kekhawaatiran bahkan
belas kasihan terhadap orang-orang yang telah mereka aniaya. Baginya yang
penting senang, baginya yang penting menang, baginya yang penting indah.
Dalam cara bergaul anak-anak remaja bahkan banyak pula dari
golongan orangtua yang sudah sangat kebablasan. Bagaimana mereka berpenampilan,
bagaimana mereka bertutur kata, bagaimana dia memperlakukan orang lain. Banyak
diantara mereka sudah tidak mempedulikan lagi kaidah agama dan norma-norma yang
berlaku di masyarakat. Sesungguhnya apa yang mereka cari dan apa yang mereka
inginkan? Apakah pujian, penghargaan, popularitas, sensasi, atau apapun
keinginan mereka, sesungguhnya masyarakatlah yang akan menentukannya dan
masyarakatlah yang akan menilai perilaku mereka apakah baik atau buruk.
Dengan alasan bahwa apa yang mereka lakukan adalah bagian
dari Hak Asasi Manusia, sehingga mereka boleh melakukan apapun yang ia mau
tanpa mempedulikan masyarakat sekitarnya. Bagi mereka yang memiliki uang
banyak, mereka berfoya-foya tanpa melihat si miskin kelaparan, mereka berpesta
tanpa mempedulikan kesulitan kaum duafa, mereka bersuka ria tanpa menyaksikan
si fakir menangis, mereka berwisata keliling dunia tanpa mempedulikan golongan
tunanetra bersedih. Baginya hanya mencari kesenangan tanpa mempedulikan kesulitan
orang lain.
Semoga Allah menunjukkan pada mereka jalan yang benar
termasuk penulis yang masih jauh dari kebenaran. Sesungguhnya yang haq itu haq
dan yang bathil itu bathil. Seseorang akan mendapatkan apa yang mereka usahakan
sendiri, kebaikan yang ia tanam maka baik pula hasilnya dan keburukan yang ia
tanam maka keburukan pula pada akhirnya yang ia dapatkan. Semoga kita menjadi
orang-orang yang beruntung, Amin.
Sumber : http://maknahidup.blogdetik.com
Sumber : http://maknahidup.blogdetik.com
0 Response to "Suatu Realita Kehidupan"
Post a Comment